Benardhy Consulting – Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2022 Pasal 56, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu. Tarif pajak penghasilan yang bersifat final yang dimaksudkan adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
Nilai peredaran bruto tertentu yang dimaksud adalah omzet atau penghasilan yang tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun pajak.
Tarif pajak penghasilan ini berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Namun demikian ada pengecualian yang berlaku di mana ada beberapa kriteria Wajib Pajak yang tidak dapat menggunakan tarif pajak penghasilan tersebut. Dalam Pasal 56 ayat (3) disebutkan bahwa yang tidak termasuk dalam penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri;
4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak;
5. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus yang menyerahkan jasa yang sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4);
6. Wajib Pajak badan yang memperoleh flasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
a. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; atau
Pasal 75 dan PerPasal 78 aturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus beserta perubahan atau penggantinya;
7. Wajib Pajak bentuk usaha tetap.
Perlu diketahui juga bahwa bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dapat menggunakan tarif pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% dapat memilih untuk dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk Wajib Pajak orang pribadi atau tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan mempertimbangkan Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk Wajib Pajak badan.
Dengan kata lain, meskipun Wajib Pajak telah memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dapat menggunakan tarif pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% namun dapat memilih untuk tidak menggunakan tarif pajak penghasilan tersebut. Jika demikian, maka Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak. Dan untuk selanjutnya Wajib Pajak tersebut pada tahun pajak berikutnya tidak dapat lagi dikenai pajak penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Jangka waktu tertentu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) paling lama adalah sebegai berikut:
a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang; dan
c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Penghitungan jangka waktu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final ini berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. bagi Wajib Pajak yang terdaftar setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, jangka waktu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final ini dihitung sejak Tahun Pajak Wajib Pajak bersangkutan terdaftar;
b. bagi Wajib Pajak badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang yang terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, jangka waktu pengenaan Pajak Penghasilan bersifat final dihitung sejak Tahun Pajak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Terkait dengan jangka waktu pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final dalam Peraturan Pemerintah ini, perlu diperhatikan khususnya bagi Wajip Pajak Orang Pribadi yang telah menggunakan tarif pajak penghasilan dengan tarif 0,5% sejak tahun 2018, maka pada tahun 2024 ini adalah tahun pajak TERAKHIR pengenaan tarif pajak tersebut. Artinya pada tahun pajak 2025 Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan sudah tidak bisa lagi menggunakan tarif pajak 0,5%. Lalu bagaimana perhitungan pajak di tahun 2025 dan seterusnya?
Perhitungan Pajak di Tahun 2025
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak bisa menggunakan perhitungan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% di tahun pajak 2025, maka akan dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Berikut ini adalah contoh perhitungan pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17:
Misalnya Wajib Pajak A dengan status TK/0 memiliki usaha perdagangan eceran pakaian dengan nilai peredaran bruto sebesar Rp. 4.000.000.000,- per tahun. Nilai pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak A akan dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang jumlahnya dapat peroleh melalui 2 (dua) cara.
Cara yang pertama Wajib Pajak A dapat menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung laba usaha yang nantinya akan digunakan sebagai (DPP). Dalam menyelenggarakan pembukuan, Wajib Pajak A harus menyusun laporan keuangan yang didukung dengan bukti transaksi atau dokumen yang valid.
Cara yang kedua adalah menentukan DPP dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Besarnya penghasilan neto diatur melalui KLU atau Klasifikasi Lapangan Usaha, yaitu kode yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengklasifikasi Wajib Pajak berdasarkan jenis kegiatan usaha. Dalam hal ini, usaha perdagangan eceran pakaian tercatat dalam kode KLU 47711 dengan NPPN sebesar 30%.
Dengan demikian penghasilan neto yang menjadi dasar perhitungan pajak Wajib Pajak A adalah:
Rp. 4.000.000.000,- x 30% = Rp. 1.200.000.000,-
Perhitungan nilai pajak terutang yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak A adalah sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp. 1.200.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak = Rp. 54.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak = Rp. 1.146.000.000,-
Rp. 60.000.000, – x 5% = Rp. 3.000.000,-
Rp. 190.000.000,- x 15% = Rp. 28.500.000,-
Rp. 250.000.000,- x 25% = Rp. 62.500.000,-
Rp. 646.000.000,- x 30% = Rp. 193.800.000,-
Total pajak terutang = Rp. 287.800.000,-
Nilai pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak A dengan metode NPPN adalah sebesar Rp. 287.800.000,-. Nilai pajak terutang ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan saat Wajib Pajak A melakukan kewajiban pajak berdasarkan tarif PPh final sebesar 0.5% yang nilai pajak terutangnya adalah sebesar Rp. 20.000.000,-.
Perbedaan nilai pajak yang sangat signifikan ini tentunya perlu menjadi pertimbangan dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebagai Wajib Pajak orang pribadi di tahun 2025 dan seterusnya.